Sistem Informasi Desa Kanding
Setiap masyarakat memiliki cara tersendiri dalam melestarikan nilai-nilai
budaya dan spiritual yang diwariskan secara turun-temurun. Bagi masyarakat Jawa,
salah satu bentuk pelestarian itu diwujudkan dalam berbagai tradisi yang
mengakar kuat dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya adalah Tradisi
Suran.
Suran adalah
tradisi masyarakat Jawa yang merupakan perpaduan budaya lokal Jawa sejak zaman
dahulu, tepatnya sebelum masuknya ajaran agama Islam. Tradisi Suran menjadi sebuah
perayaan yang dilaksanakan setiap bulan Suro atau Muharram dengan tujuan untuk
mendapat keselamatan, keberkahan, dan mempererat tali silaturahmi, serta
sebagai bentuk wujud syukur dan penghormatan terhadap leluhur, khususnya bagi warga
Desa Kanding.
Tradisi Suran terdiri dari serangkaian acara, seperti bersih-bersih kuburan (makam), doa bersama, dan dilanjutkan dengan acara takiran. Kata Takir sendiri berasal dari "nata" dan "mikir" (menata & berpikir) yang bermakna bahwa dalam kehidupan senantiasa mempertimbangkan dan menata setiap langkah yang diambil dengan pemikiran tenang, seksama, mendalam, dan berhati-hati agar mendapatkan hasil yang terbaik. Selanjutnya, masyarakat berkumpul untuk makan takir bersama, di mana berbagai makanan dibagikan sebagai bentuk kebersamaan dan rasa syukur. Selain itu, dilakukan juga doa bersama yang ditujukan untuk mendoakan para leluhur yang telah meninggal dan mengingatkan kita akan jasa-jasa mereka. Perayaan Suran biasanya dilengkapi dengan pertunjukan seni tradisional, seperti Jaran Kepang atau Ebeg yang menambah kemeriahan acara sekaligus melestarikan budaya lokal.
Pada tanggal 17 Juli 2025, Desa Kanding telah melaksanakan kegiatan Suran
yang diadakan di Taman Desa Kanding dan dihadiri oleh seluruh warga desa. Di
samping itu, warga desa juga ikut berpartipasi dalam memeriahkan acara Suran
dengan menjadi penari dan penabuh gamelan yang berperan sebagai pengiring dari seni
pertunjukkan Ebeg. Meskipun memiliki tujuan yang sama, tradisi Suran dapat
berbeda-beda di setiap daerah, tergantung pada adat dan kebiasaan masyarakat
setempat. Melalui tradisi Suran, masyarakat tidak hanya memperkuat tali
silaturahmi, tetapi juga menjaga warisan budaya serta nilai-nilai keagamaan
secara turun-temurun.